Complicated - Loved You From the Start



Terasa sulit bagiku menggoreskan kata demi kata guna mewakili isi perasaanku. Perasaanku kepada dia yang aku cinta. Perasaanku yang terlalu lama tersembunyi dan seakan membeku di bawah lautan es nan sunyi. Mungkin aku telah menyukainya dari awal. Tepat ketika pertama kali aku melihatnya. Begitu indah dan menawan, membuatku terlungkup penasaran. Siapa dia? Bisakah aku mengenalnya?
Waktu terus berputar memainkan porosnya. Aku pun terus memperhatikannya. Hingga aku merasakan seperti getaran ketika berada di dekatnya. Apakah aku menyukainya? Aku ragu dengan perasaanku. Yah.. tapi tak bisa ku pungkiri. Aku menyukainya. Aku telah menyukainya. Awalnya hanya ku biarkan saja rasaku. Aku tak yakin bahwa ia akan menyukaiku juga seperti aku menyukainya. Aku pun mencoba melupakannya. Mengenyahkan ia dari dalam benakku. Membuang jauh perasaanku. Karena saat itu aku benar-benar berfikir dan yakin bahwa ia tak akan pernah menyukaiku. Saat aku mencoba melupakannya, terselip satu pertanyaan yang mungkin terdengar lucu dan belum pantas diucapkan bagi gadis yang baru duduk di bangku kelas 7 semester 2. "Apakah dia akan menyukaiku dan menjadi pacarku kelak?". Pertanyaan yang terdengar absurd. Tetapi sejak itulah aku bertekad dan terus berusaha melupakannya. Yah.. memang semenjak berusaha mengenyahkan pikiranku tentangnya, ada beberapa lelaki yang singgah di hati, kemudian aku pun menjalin ikatan tak resmi, "pacaran". Yah.. aku sempat menjalin ikatan dengan beberapa. Dan aku berhasil melupakannya. Sementara. Hanya sementara. Setidaknya sebatas 'sementara' aku melupakannya. Ketika aku kembali sendiri, bayangnya pun kembali datang menghampiri. Sial. Mengapa ia selalu menguntit di pikiranku? Bisakah ia keluar dan membiarkan aku bebas?
Hal itu pun selalu terjadi. Terulang berulang kali. Sampai aku duduk di bangku kelas 10. Perasaan itu tak pernah berubah. Tak pernah bisa aku lenyapkan. Tak pernah bisa aku benamkan. Tak pernah bisa aku pangkas. Tak pernah bisa, walau aku selalu mencoba menepis semua. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi dengan perasaanku? Mungkinkah cinta yang aku rasa? Tidak. Itu tak mungkin terjadi. Mana mungkin aku mencintainya? Mana mungkin aku mencintai seseorang yang cintanya bukan untuk aku? Mana mungkin aku mencintai bayang semu? Aku akan terluka. Aku tau. Jika aku menanggapi perasaanku, aku akan terluka. Aku harus mengabaikannya. Harus. Harus.
Aku selalu bergairah ketika mendengar namanya, ketika melakukan kontak dengannya. Nyaman. Persis dan selalu sama ketika pertama aku menghakimi perasaanku bahwa aku menyukainya. Aku selalu berusaha mengabaikan apa yang aku rasa. Mencoba bersikap biasa, agar tak ada yang mengetahui tentang rumitnya perasaanku. Tetapi, aku tak bisa mengabaikan sosoknya. Aku selalu berusaha menanggapinya. Seperti ketika di saat ia mengirimkan pesan singkat kepadaku dan bercerita tentang kehidupannya. Saat itu, seakan aku ingin terus membalas pesannya, tak peduli waktu dan berapapun total pulsa yang terkuras, aku rela hanya untuk membalas pesannya. Pesan darinya, ibarat meteor yang berlangsung sangat cepat yang tak seorangpun ingin melewatkannya. Seakan itu adalah hal terpenting dalam catatan hidup yang tak mungkin disia-siakan. Mungkin terdengar aneh. Ya. Aneh. Hanya kepadanya aku berlaku seperti itu.
Ada hal lain yang menurutku tak kalah anehnya. Ketika testing berlangsung. Ia berada tepat di belakangku. Yah.. memang nomor absenku dan absennya tidak ada selisih. Berurutan. Ketika itu, ia bertanya tentang jawaban soal tes padaku. Dan tanpa berfikir panjang, aku menukarkan lembar soalku dengan lembar soalnya. Tentu saja, lembar soalku telah terisi dengan jawabanku. Persis dengan jawabanku. Bodoh. Kenapa aku semudah itu memberikannya? Padahal aku tidak pernah melakukan hal seperti itu kepada siapapun. Tidak siapapun. Aku cenderung "malas" dan "pelit" untuk memberikan jawabanku terhadap orang lain. Tetapi, mengapa hal itu tidak berlaku untuknya? Mengapa seakan aku tak keberatan ketika ia meminta? Adakah yang salah?
Jarum jam tak pernah lelah berputar. Tidak seperti pikiranku yang sudah terlalu lelah akan bayang semu-nya. Sampai akhirnya, saat itupun tiba. Saat dimana semuanya bermula. Saat liburan sekolah. Hari itu, tanggal 27 Juni 2013 tepatnya, teman-teman SMP ku berkumpul untuk berkunjung ke rumah kediaman wali kelas kami dulu. Dan tentunya dia hadir. Tetapi sebelumnya, kami menuju stadion futsal di Kudus. Salah satu temanku yang bersekolah di Kudus itu mengajak teman-teman SMP ku untuk bertanding dengan teman-temannya. Setelah permainan selesai, kami beranjak dari sana dan menuju kediaman wali kelas kami. Di sana kami berbincang banyak hal, diselipi dengan banyolan sederhana. Dan tentunya dia yang paling bisa ngebanyol. Setelah beberapa jam kami disana, akhirnya kami pun pamit pulang. Dan parahnya, aku berboncengan dengan dia, menggunakan kendaraan milik temanku. Aku senang. Aku gugup. Dan aku bimbang. Mengapa harus dia?. Sepanjang perjalanan pulang, aku diam, dia diam, kami berdua hanya diam. Aku hanya bisa berbicara dengan diriku sendiri. Mencoba mengkuap perasaanku yang tak tentu. Ah, mengapa seperti ini? Mengapa aku harus berboncengan dengannya?. Perasaanku pun kembali. Sudah aku bilang dari awal. Aku merasa nyaman di dekatnya. Sial. Perasaan ini tak pernah mau pergi. Akhirnya, setelah sampai di Jepara, kami mengalami suatu accident. Yap. Accident. Oprasi. Polisi. Kami kena tilang. Ah, habislah. Motor teman, tak ada surat. Kemudian temanku, yang mana adalah pemilik motor itu datang, dan setelah lama bernegosiasi dengan 'bapak polisi', akhirnya 'dia' dan temanku dibawa ke kantor, dan tentunya temanku sudah menghubungi orang tuanya agar membantu mengatasi masalah itu. Aku pun pulang bersama satu temanku yang lain. Kami pulang naik bis. Setelah kira-kira 30 menit menunggu bis dan 30 menit perjalanan pulang, akhirnya aku pun sampai di rumah. Aku terus memikirkan setiap gerik kejadian yang lalu. Aku terus memikirkannya. Bagaimana dia di kantor sana? Ceramah apa saja yang dikatakan polisi-polisi itu kepadanya? 
Setelah kejadian itu, ia pun menjadi sering mengirimkan pesan singkat kepadaku. Aku tak tau harus bersikap bagaimana. Aku hanya merasa senang. Tetapi aku berusaha bersikap biasa, mengabaikan perasaanku. Hingga tiba saat klimaks, tepat tanggal 3 Juli 2013 pukul 11:27 PM, ia pun mengungkapkan perasaannya kepadaku dan meminta untuk menjadi kekasihnya. Aku bingung. Aku bimbang. Dan aku gelisah. Aku tak tau harus menjawab apa. Aku tak bisa berfikir. Aku hanya tak bisa mengerti akan perasaanku. Akhirnya, dengan terpaksa aku menolak untuk menjadi kekasihnya. Tentu saja, itu bukan jawaban yang tulus dari hatiku. Itu hanya jawaban keraguanku. Jawaban yang mungkin tidak seharusnya aku berikan. Jawaban yang ingin ku tarik kembali dan ku ganti dengan kalimat 'penerimaan'. Tapi semua terlanjur. Aku telah menolaknya. Tak bisa aku pungkiri, aku menyesal dengan jawabanku. Aku bimbang. Aku pun terus menerus memikirkannya. Apakah ia benar-benar menyukaiku? Ataukah itu hanya sebatas kalimat yang dia ucapkan, yang hanya akan menyakitiku nantinya? Ataukah itu tulus dari hatinya? Tidak ada yang tau. Aku tidak tau harus bercerita kepada siapa. Saat itu aku hanya bercerita kepada sahabat lamaku di Jakarta. Tanpa sengaja, terbesit di pikiranku untuk selalu men-stalk profil jejaring sosialnya. mengorek informasi tentangnya, membaca update-an nya, membuka fotonya. Aku dapat. Aku dapat fotonya. Kemudian aku menggabungkan fotonya dengan fotoku. Walaupun hasil editannya tak terlalu apik, paling tidak aku bisa melihat dia dan aku berdampingan di foto, dan berharap suatu saat nanti aku bisa berfoto berdampingan secara langsung tanpa melalui proses editan. Dan yang paling aku harapkan adalah, berdampingan sebagai sepasang kekasih. Yap. Aku akui, aku mengharapkan kesempatan kedua. Aku berharap bahwa ia akan memberiku satu pertanyaan yang sama secara langsung, satu pertanyaan yang tidak akan aku sia-siakan, satu pertanyaan yang akan aku balas dengan jawaban 'penerimaan'. Karena saat itu, aku benar-benar tidak bisa mengelak tentang perasaanku. Perasaanku sudah melumpuhkan kinerja tubuhku. Perasaanku terlalu berkuasa. Tak bisa lagi dikendalikan. Aku sudah terlalu lelah. Lelah memendam semua rasa.
Kemudian, pada tanggal 10 Juli 2013, aku dan salah satu sahabatku pergi hangout. Pantai. Tujuan kami adalah pantai. Aku sedang ingin melihat pantai. Melihat ombak yang berkejaran. Melihat hamparan laut nan luas. Aku ingin menghanyutkan seluruh rasa bimbang dan gelisahku. Aku ingin ombak menerjangnya. Menghancurkan semua rasa gelisahku. Aku mengajak sahabatku ke salah satu pantai yang menurutku tenang, adem, dan sepi. Aku menyukai kesunyian. Karena sunyi tak berarti sendiri. Hanya keadaan dimana kita bisa merenungkan dan menjernihkan pikiran. Tak disangka, ketika kami sedang bermain-main di salah satu pohon pinggir pantai, aku melihat sosok samar seseorang yang sepertinya aku kenal. 'Dia'. Ya. Itu benar 'dia'. Dia yang selalu menggoyah pikiranku. Mengapa dia bisa disini? Mau apa dia?. Aku segera bertanya pada sahabatku itu, aku curiga, apakah sahabatku menceritakan semua tentangku pada 'dia'?. Kemudian, 'dia' pun menghampiri keberadaanku. Mengajakku untuk berbincang. Aku mulai bertanya-tanya. Mau bicara apa dia?. Aku gugup. Seperti biasanya, aku selalu mencoba bersikap biasa. Dan ternyata, 'dia' mengungkapkan perasaannya terhadapku. Ia mengulangi pertanyaannya yang pernah ia ucapkan padaku sebelumnya. Pertanyaan yang aku harapkan terlontar dari bibirnya untuk memberiku kesempatan kedua. Pertanyaan yang benar-benar aku tunggu kedatangannya. Walaupun, aku sempat berfikir bahwa pertanyaan itu takkan mungkin terucap lagi darinya. Tetapi, hari itu.. pikiranku salah, harapanku nyata, 'dia' mengucapkan pertanyaan itu. Pertanyaan yang aku jawab dengan sebuah kalimat "penerimaan". Aku mau menjadi kekasihnya. Saat itulah aku dan dia menjalin ikatan tak resmi. Sempurna. Sekitar 3 tahun yang lalu, aku sempat membayangkan dan bertanya-tanya apakah dia bisa menyukaiku seperti aku menyukainya? apakah aku bisa menjadi kekasihnya? apakah aku dan 'dia' bisa menjalin suatu ikatan seperti yang banyak digancar para remaja? YA. semua pertanyaanku terjawab. pertanyaan yang sudah tiga tahun terpungkur. Perasaanku pun kini telah jelas. Semakin hari, semakin bertambahlah rasaku kepadanya. Semakin aku takut kalau ia berpaling dariku. Aku tak pernah sekejap pun melupakannya. Sewajarnya orang yang sedang dilanda kasmaran. Bayangnya pun selalu saja terbesit di benakku. Aku tak pernah peduli seperti apa dia yang dahulu. Aku tak pernah mempermasalahkannya. Aku hanya dapat terus berharap agar ia tak kembali seperti ia yang dahulu. Bersama ataupun tidak bersamaku, aku harap ia takkan pernah kembali ke masa lalunya. Aku selalu menyelipkan ia ke dalam bait doaku. Selalu. Tanpa pernah terlewatkan. Mungkin aku pernah ragu pada dirinya. Bukan karena masa lalunya, tetapi semata-mata karena aku takut kehilangan cinta darinya, aku takut ia berpaling dariku, aku takut perasaannya terbagi. Tetapi, ia terus meyakinkanku, ia terus berusaha membuatku yakin pada dirinya, pada cintanya. Sampai ia berani berjanji bahwa ia akan menyayangiku selamanya, walaupun mungkin nantinya aku tidak menyayanginya lagi dan ia telah bersama yang lain. Ia akan tetap sayang padaku. Ia takkan mengingkari janjinya. Aku benar-benar tersentuh dengan ucapannya. Entah kenapa aku menjadi benar-benar yakin. Aku melihatnya sebagai sosok yang tak main-main dengan ucapannya, dengan perasaannya. Semoga apa yang telah ia katakan dan apa yang telah aku yakini, semua benar adanya. Tidak hilang terhembus angin begitu saja. Yah.. jika aku bukan jalannya, aku akan berhenti mengharapkannya. Jika aku memang tercipta untuknya, ku kan memiliknya. "Jodoh pasti bertemu." 
Aku menyayanginya. Aku memang benar-benar menyayanginya. Aku mencintainya. Aku sungguh tulus mencintainya. Aku menerima 'dia' dengan apa adanya 'dia'. Aku hanya ingin 'dia' menjadi dirinya sendiri. Aku hanya ingin 'dia' merasa nyaman. Aku hanya ingin agar 'dia' selalu mencintaiku. Apapun aku, siapapun aku, bagaimanapun aku. Aku ingin 'dia' percaya setulusnya padaku. Karena aku memang telah menyukainya dari awal. Aku hanya tidak menyadarinya, bahwa aku telah menyukainya dari awal.

Dan ini benar adanya,
AKU TELAH MENYUKAINYA DARI AWAL..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faded

Warna Aura

It's About One Direction